Friday, August 1, 2008

Sampah, sampah, dan sampah

Sekarang ini di Taman Tirta Cimanggu (TTC) sudah susah membuang sampah, padahal sampah adalah salah satu produk rumah tangga yang hampir tiap hari tercipta. Beraneka macam sampah dari plastik, kertas, botol, sisa makanan, sisa olahan makanan menjadi produknya. Apabila dari satu rumah tangga di TTC kita asumsikan menciptakan sampah sebanyak 0,5 kg perhari, maka dari 180 rumah tangga menghasilkan 90 kg perharinya. Apabila seminggu diangkut 2X, pada hari Senin dan Kamis maka akan terjadi penumpukan sampah sebanyak (dari selasa-kamis) adalah 3 X 90 kg = 270 kg sampah, kemudian dari jumat sampai senin 4 x 90kg = 360kg sampah. WOW! Memang angka-angkanya ga mesti seperti itu, tapi itulah gambaran sampah yang "tercipta" di TTC. Onggokan sampah itu akan dibuang kemana? TTC tidak punya tempatnya (TPS) karena pihak developer ternyata kelihatan seperti "enggan" merealisasikan pembangunan TPS sesuai dengan site plan perumahan yang sudah disahkan oleh Pemda Kota Bogor. Padahal TPS masih termasuk pada fasum dan fasos perumahan.

Sewaktu memilih rumah, saya kira setiap orang akan melihat pada site plan, berpegangan pada site plan. Jadi sudah selayaknya calon pembeli rumah di TTC sudah mengetahui dimana TPS akan dibangun, dimana sarana ibadah dipersiapkan lahannya, dimana sarana pendidikan ditempatkan, dan lain-lain perencanaannya. Semua perencanaan diajukan ke Pemda untuk di sah kan. Jadi apabila sudah di sah kan, adalah merupakan kewajiban bagi pihak developer untuk mewujudkannya. Sementara dalam hal ini, masalah sampah, yang merupakan produk yang tidak bisa dihindari oleh setiap rumah tangga tidak bisa dibuang ke TPS untuk kemudian diangkut oleh DLHK ke TPA. Pernah terdengar kabar ada "kesepakatan" antara developer dengan beberapa pengurus RT untuk mengganti kewajiban membangun TPS menjadi mobil pick up bekas. Ternyata mobil inipun tidak terwujud, hanya saya pernah melihatnya nangkring beberapa hari di sekitar komplek tapi belum pernah diserahterimakan ke pengurus RT. Lalu? kemana harus membuang sampah? Saya kira harus ada alternatif pemecahan masalah yang tepat sehingga kita terbebas dari sampah.

Sampah memang "menjengkelkan" tapi... bukankah kita sendiri yang menciptakan sampah? Bisakah kita merubah hal yang "menjengkelkan" seperti sampah menjadi hal yang berguna? Dari beberapa media yang telah saya baca (berarti saya belum praktek) sampah bisa diolah menjadi hal lain yang bermanfaat, sehingga produk sampah sesungguhnya menjadi ciut, dari sekitar 90kg perhari memungkinkan menjadi sepertiganya, sisa sampah tersebut saya kira adalah sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti plastik, botol, dll. Eh! bukankah sampah tersebut bisa dijual? Jadi produk sampah kita diolah menjadi kompos, dan yang tidak bisa diolah tapi laku dijual mah dijual saja. Kompos pun bisa dijual kan? captive marketnya adalah warga TTC dulu, kalo produksi berlimpah bisa dijual ke luar komplek.

Alternatif mengelola sampah memang seolah nambah pekerjaan bagi pengurus RT, tapi pelaksananyakan bisa saja warga sekitar perumahan sehingga itung-itung mengurangi angka pengangguran. Pengurus RT memang harus "memaksa" warga agar mau memilah-milah sampah menjadi 2 atau 3 kategori, maksudnya agar tidak terlalu membebani pekerja dalam menyortir sampahnya, sehingga pekerjaan bisa lekas terlaksana. Mengelola sampah memang perlu tempat, bukankah site plan TPS bisa dimanfaatkan? untuk masalah bau, menurut yang saya baca bisa dihilangkan apabila pengelolaan sampahnya benar, dan ada cairan EM4 untuk menghilangkan bau tersebut. Apabila lokasi TPS dinilai kurang pas, kurang besar, bisakah kita menggunakan tanah perumahan TTC yang terletak diluar komplek, yang berukuran hampir sekitar 1000 meter persegi itu? Dengan luas seperti itu, warga bisa mengelola sampah dengan lebih baik karena akan diusahakan dampak sampah itu berkurang.

Nah, silakan untuk lebih jelasnya baca juga beberapa referensi berikut:

www.idepfoundation.org/indonesia/idep_wastegroup.html

www.majarikanayakan.com/2007/12/teknologi-pengolahan-sampah/

www.walhi.or.id/kampanye/cemar/sampah/peng_sampah_info/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos

hasanpoerbo.blogspot.com/2006/05/mari-membuat-kompos-skala-rumah-tangga.html

www.pustaka-deptan.go.id/agritek/ppua0117.pdf

http://petanidesa.wordpress.com/2007/02/03/cara-membuat-effective-microorganism-em/

http://djamaludinsuryo.multiply.com/

http://clearwaste.blogspot.com

sampahbandung.blogspot.com/2006/05/membuat-kompos.html

......
Akhir kata selamat membaca dan mari kita urus sampah kita dengan benar dan menjadikannya manfaat bagi kita.

5 comments:

moenara said...

1. saya setuju dengan pa budi. Maintsream kita musti diubah ttg sampah, yang tadinya masalah harus menjadi komoditas.

2. saya ikut join untuk mengelola sampah semampu saya.

3. kalau mau akselerasinya tinggi memang kudu ada intervensi dari pihak struktural warga dalam hal ini RT/RW. tapi kalau memang tidak adanya goodwill dari pihak struktural tentunya kita tidak bisa tinggal diam dan menunggu aja kan.

4. Apakah kita akan bergerak sendiri tanpa RT/RW atau tinggal diam menunggu inisiasi RT/RW yang bagaikan pungguk merindukan rembulan.

by. herly

Anonymous said...

Setuju!!!
Sekarang ini saya sedang merintis pengolahan sampah dengan pak Harto, walaupun skupnya hanya rumah n tetangga. Tapi karena kegiatannya di rumah pak Harto (dpn rumah Pak RT) mudah2n beliau melihat dan mendengar kegiatan kami sehingga beliau mensuport kegiatan kami menjadikan kegiatan warga skup rt, bahkan bisa berkembang rw...amin. Sehingga masalah sampah bisa tertangani 70-100% di TTC ini..amin.

Semoga saja pemikiran dan rencana ini tidak dianggap muluk karena, di tempat2 dan perumahan2 lain sudah bisa mempraktekannya dan sudah bisa menuai hasilnya.

Sekarang masalahnya kita bisa peduli atau tidak terhadap masalah ini. Saya optimis 70 % dari warga TTC adalah orang2 yg peduli thd lingkungan,....amin,amin,amin.

salam, vie

Anonymous said...

Sepertinya ide tersebut sangat realistis. Untuk tidak saling menunggu dengan RW, gimana kalo kita bikin komunitas informal, ... KITA NIATKAN IBADAH AJA. insya allah saya ikutan.
Nuntut Developer, Nunggu RW, bosenlah......
Meskipun sekarang katanya setiap senin dan kamis ada mobil DLHK masuk tetap saja saya masih harus bakar-bakar sampah hampir setiap malam.
Kebetulan saya memang orang terbelakang (rumahnya) sehingga bakar2 pun masih mudah.
salam ......

Anonymous said...

sangat menarik usulan rekan yang "terbelakang" untuk membuat komunitas informal. Hal tersebut bisa dibentuk, dan kami masih mencoba mengumpulkan data dan how to do-nya. Yang pertama diperlukan adalah tempat untuk melaksanakan pengomposan. Bapak/Ibu punya ide?

yadi said...

Salam...
Dalam angan-angan saya, di depan setiap rumah setidaknya ada 2 bungkus sampah, yaitu sampah basah (makanan dan sayuran sisa, popok bayi dll) dan sampah kering (kertas, plastik,kaleng dll). Pemisahannya begitu karena secara teknis pengelolaannya menjadi lebih mudah. Karena kenyataannya dari bungkus sampah basah itulah dampak sampah akan terasa, sedangkan dari bungkus kering dijamin dalam setengah jam sudah diambil pemulung.
Yang cukup menjengkelkan adalah sampah yang sudah terkemas di depan rumah diacak-acak kucing atau pemulung yang mencari plastik dan kertasnya... sehingga baunya yang semula AGAK terisolasi menjadi menyebar lagi.
Dengan cara demikian, setidaknya sampah basah tetap terisolasi dan baunya tidak menyebar sampai angkutan senin kemis itu tiba.
Mengenai pengelolaan sampai menjadi komoditas, secara realistis tidak akan menarik untuk kita. Saya khawatir upaya-upaya kita akan berakhir di konsep.
Kalau melalui pemberdayaan masyarakat sekitar mungkin bisa, tetapi harus ada insentif dari kita. Tks