Sewaktu mengikuti shalat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah (hahaha, saya tidak akan menyebutkan tanggal masehi-nya supaya tidak ada perdebatan tentang tanggal disini), khatib menyampaikan khutbahnya, dan yang saya ingat adalah tentang hak bertetangga yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Hak bertetangga ada 3 tingkat. Yang menduduki tingkat tiga adalah nasab, mempunyai ikatan saudara kandung. Yang menduduki tingkat dua adalah saudara muslim, sedangkan yang menduduki tingkat satu adalah non muslim. Maksudnya apabila tetangga kita itu adalah saudara muslim dan sekaligus saudara kandung, maka tiga tingkatan dipenuhi. Sehingga makin kuatlah ikatannya. Demikian pula dengan tetangga yang merupakan orang muslim dua tingkat kedudukannya. Sedangkan untuk tetangga yang non muslim, dia adalah tetangga kita, menempati tingkat satu. Jadi setidaknya sebagai tetangga dia mempunyai hak dan kewajibannya.
Hak tetangga dalam khutbah tersebut dikaitkan dengan kegiatan Idul Adha yang seyogyanya sebagai umat muslim untuk memerlukan berkurban, mengingat pahala besar sebagai ganjarannya. Pahala orang yang berkurban disebutkan dalam Hadits Abu Dawud adalah menyamai pada orang yang berangkat jihad dengan harta dan dirinya sehingga pulang tinggal nama. Mengingat pahala yang demikian tinggi siapa yang tidak tertarik untuk berkurban? Daging kurban boleh ikut dimakan oleh orang yang berkurban 1/3 bagian sedangkan sisanya sebesar 2/3 bagian dibagikan kepada orang yang minta maupun tidak minta. Dalam hal ini biasanya kita akan membagikan pada tetangga kita. Nah kita ingat hak bertetangga yang disebutkan sebelumnya, maka setiap tetangga itu akan mendapatkan bagiannya.
Disampaikan juga bahwa dengan melaksanakan hak bertetangga tersebut maka diyakini akan tercipta tenggang rasa diantara mereka yang bertetangga. Seperti umumnya dalam bermasyarakat setiap individu mempunyai keinginan dan kebiasaan yang berbeda-beda, juga yang paling merupakan hak dasar adalah keyakinan beragamanya. Apabila tenggang rasa sudah tercipta maka dalam berkehidupan bermasyarakat akan tercipta rasa nyaman, rukun dan masing-masing bisa melaksanakan dan menjalankan keyakinannya dengan tenang dan tentram.