Thursday, December 27, 2007

Hak Tetangga

Sewaktu mengikuti shalat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah (hahaha, saya tidak akan menyebutkan tanggal masehi-nya supaya tidak ada perdebatan tentang tanggal disini), khatib menyampaikan khutbahnya, dan yang saya ingat adalah tentang hak bertetangga yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Hak bertetangga ada 3 tingkat. Yang menduduki tingkat tiga adalah nasab, mempunyai ikatan saudara kandung. Yang menduduki tingkat dua adalah saudara muslim, sedangkan yang menduduki tingkat satu adalah non muslim. Maksudnya apabila tetangga kita itu adalah saudara muslim dan sekaligus saudara kandung, maka tiga tingkatan dipenuhi. Sehingga makin kuatlah ikatannya. Demikian pula dengan tetangga yang merupakan orang muslim dua tingkat kedudukannya. Sedangkan untuk tetangga yang non muslim, dia adalah tetangga kita, menempati tingkat satu. Jadi setidaknya sebagai tetangga dia mempunyai hak dan kewajibannya.

Hak tetangga dalam khutbah tersebut dikaitkan dengan kegiatan Idul Adha yang seyogyanya sebagai umat muslim untuk memerlukan berkurban, mengingat pahala besar sebagai ganjarannya. Pahala orang yang berkurban disebutkan dalam Hadits Abu Dawud adalah menyamai pada orang yang berangkat jihad dengan harta dan dirinya sehingga pulang tinggal nama. Mengingat pahala yang demikian tinggi siapa yang tidak tertarik untuk berkurban? Daging kurban boleh ikut dimakan oleh orang yang berkurban 1/3 bagian sedangkan sisanya sebesar 2/3 bagian dibagikan kepada orang yang minta maupun tidak minta. Dalam hal ini biasanya kita akan membagikan pada tetangga kita. Nah kita ingat hak bertetangga yang disebutkan sebelumnya, maka setiap tetangga itu akan mendapatkan bagiannya.

Disampaikan juga bahwa dengan melaksanakan hak bertetangga tersebut maka diyakini akan tercipta tenggang rasa diantara mereka yang bertetangga. Seperti umumnya dalam bermasyarakat setiap individu mempunyai keinginan dan kebiasaan yang berbeda-beda, juga yang paling merupakan hak dasar adalah keyakinan beragamanya. Apabila tenggang rasa sudah tercipta maka dalam berkehidupan bermasyarakat akan tercipta rasa nyaman, rukun dan masing-masing bisa melaksanakan dan menjalankan keyakinannya dengan tenang dan tentram.

6 comments:

Anonymous said...

Saya baru belajar agama, jadi belum bisa komentar lebih banyak. Saya pernah baca bahwa non muslim tertentu justru gak boleh dikasih. trims

Anonymous said...

Ngomongin sate kurban ka? kalo nabi, riwayatnya keliling dulu kemana baunya sampe ya sampe situlah yang harus dibagi, rasanya kemarin bau satenya sampai ke LOBSTER .....

>budi said...

"..Saya pernah baca bahwa non muslim tertentu justru gak boleh dikasih..", jadi begini, menurut pendapat saya bahwa ilmu itu luas. Nah, ilmu yang sudah saya dapatkan adalah seperti itu, memang untuk lebih sahihnya sebaiknya saya harus mencari tahu dan menuliskan sumbernya dari mana. Ada baiknya juga apabila "mereka" tidak boleh dikasih tentu ada dasar hukumnya, nah... dasar hukum itu yang disampaikan juga pada saya, sehingga ilmu kita bertambah dengan lebih banyak sumber. Dan saya yakin bahwa sumber yang kita bicarakan adalah Alqur'an dan hadits.

>budi said...

:...rasanya kemarin bau satenya sampai ke LOBSTER .....:, kalo begitu anda salah tebak kang. Kemarin kami tidak bikin sate dari daging kurban, karena ga kebagian daging kambing, hahahaha.

Anonymous said...

Wah telat dech kasih komentnya, rumah baru kang budi ngak Update tuh!

Anonymous said...

to tanahsirah: Memang rumah baru ini mengalami kendala dalam update, karena kesibukan mencari nafkah jadi aga tersisihkan blognya. hahahaha. karena dari blog belum bisa menghasilkan dollar